A Chick With Lipstick

Ngehayal berjuta-juta tahun pun saya gak pernah kepikiran bakal jadi model video, eh tapi ternyata hal itu malah kejadian. Beberapa saat yang lalu saya di minta untuk bantuin temen-teman Amnesty International Wageningen untuk jadi "model" video promo event. Bagi kalian yang belum tahu, Amnesty International adalah NGO International yang fokus terhadap hak asasi manusia. Mereka memiliki cabang dimana-mana, termasuk di Unversitas Wageningen. Di Wagenignen University, Amnesty International termasuk kedalam student association (organisasi mahasiswa) dan anggota aktifnya saat ini mencapai 20 orang lebih. 

Jadi gimana ceritanya sampai saya diminta jadi model video ini. Berawal dari Thomas (teman  dari group Amnesty) yang ingin buat video promo untuk event Amnesty. Awalnya dia minta Yaya untuk jadi model video nya, tapi berhubung Yaya tidak bisa, akhirnya Thomas beralih ke saya. Awalnya sih saya males juga mau jadi model video promo Amnesty, karena saya merasa bisa lebih berguna bantuin hal lain ketimbang ikutan bikin video. Tapi akhirnya Thomas bilang "we need someone from outside Europe as the model so the video can attract more people". Gara-gara itu saya pun meng-iyakan tawaran Thomas.

Lalu kenapa sih mesti orang luar Europe yang jadi model nya? Karena video nya sendiri bercerita tentang jurnalis/aktivis dari negara berkembang (seperti Indoneisa), yang dimasukan ke penjara karena opini politis nya yang bertentangan dengan pemerintah. Tujuan dari video ini sendiri untuk mendorong publik agar menulis surat sebanyak-banyak sebagai bentuk dukungan terhadap tahanan yang direnggut hak asasinya serta mendorong pemerintah agar melepaskan tahanan tersebut. So bottom line, this video is made for a good cause.

Pembuatan video ini melibatkan 3 orang: saya, Thomas dan Stefan (housemate nya Thomas, seorang filmmaker yang membantu membuat video). Proses pembuatan video nya dimulai dari jam 12 siang sampai jam 4 sore, terhitung cukup cepat karena itu sudah termasuk lunch break dan coffee break. Ternyata sehari sebelumnya Thomas dan Stefan sudah prepared setting tempat dan setting camera, jadi ketika saya datang tanpa banya ba bi bu langsung take gambar. Kerjanya efektif deh!

storage yang dirubah jadi "penjara"

pengambilan scene pertama

Yang cukup unik dari video ini adalah setting nya yang harus diambil dari dalam penjara. Terus terang, akan sangat susah kalau kita mau shooting di penjara betulan, dan lebih ribet lagi kalau harus buat penjara boongan. Untungnya Stefan kenal seseorang yang punya gedung tua dan dibawah gedung tersebut ada basement yang bisa kita gunakan untuk shooting. Lokasi gedung tua tersebut ada di daerah Arnhem (jaraknya sekitar setengah jam dari Wageningen). Basement nya sendiri persis kaya basement di film-film horor kaya Conjuring. Di dalam basement itu ada storage room kecil yang dipakai untuk taro sepeda bekas. Nah, ruang itulah yang kita gunakan sebagai "penjara". Ternyata di basement tersebut udaranya sangat dingin, disela-sela take gambar, saya selalu buru-buru pakai jaket parka dan sepatu supaya gak masuk angin.

Sejak semula saya sudah tahu bahwa saya akan jadi tahanan, karena itu untuk video ini saya tidak repot-report pake make up an atau blow rambut. Malah sebaliknya, muka saya harus di buat cemong, kaki dan tangan saya dilumuri arang, dan  rambut dibuat acak-acakan. Sama sekali tidak keliatan menarik deh. Tapi namanya juga totalitas, jadi yah terima aja kata sutradara. Setelah video nya jadi, banyak yang nanya, susah gak buat video nya? Nope, sama sekali engga, karena basically saya tidak perlu acting. Insturksi-instruksi yang saya terima cuma: coba liat kamera, kepala toleh ke samping, ambil suratnya pelan-pelan, dll. Saya tidak diminta untuk mengeluarkan emosi atau ekspresi tertentu atau apaun. Dan saya sebenarnya sangat bersyukur, karena aslinya saya gak bisa acting, malah disalah satu scene saya setengah mati menahan ketawa karena geli melihat kaki saya yang belepotan arang di shoot dari jarak dekat.

Thomas dan Stefan yang lagi fokus ngambil gambar

saya & Thomas setelah scene terakhir selesai.

Saat pertama kali melihat video ini, saya merasa kikuk sendiri. Padahal videonya sendiri tidak sampai 2 menit, tapi tetap saja rasanya aneh melihat diri saya berada didalam video itu. Tapi bagaimanapun juga pengalaman membuat video ini benar-benar menyenangkan dan semoga pesannya bisa tersampaikan :)

Sejak awal, saya dan Yaya udah ngerencanain ingin ikutan pesta Halloween yang diadakan oleh student association di Wageningen University, tapi sekalipun sudah merencakan sejak lama, tetap saja kita adalah orang-orang yang tipenya always waiting until the very last minute. Jadi karena persiapan kurang dan kami pun menolak keluar uang untuk beli costum atau Mask 3D Halloween, akhirnya kami memutuskan untuk pakai kostum seadanya, yang penting semangat Halloween nya tetap berkobar-kobar.

Setelah meneliti wardrobe kita yang pilihannya sangat terbatas, saya akhirnya memtusukan untuk jadi Geisha dan Yaya jadi vampire. Saya pilih jadi gesiha karena kebetulan saya punya kimono tidur warna biru yang bisa saya jadikan kostum ala-ala geisha, dan Yaya sendiri pilih jadi vampire karena wardrobe nya gampang, cukup pake baju item-item ala Edward Cullen. 

Sejak kita ngomongin mau ikutan pesta halloween, Yaya udah ribut minta di dandanin, saya sih senang-senang aja bisa ngedan-danin dia, hitung-hitung ada yang mau jadi kelinci percobaan :D Tapi baru kali ini saya buat make-up serem untuk orang lain, jadinya agak kagok juga. Setelah liat video Youtube sana sini, akhirnya saya sedikit tahu trik ala-ala make up Vampir: muka dibuat putih pucat dan super flawless lalu buat dark eye cycle yang ngebuat kita seolah-olah tidak tidur 3 hari 3 malam. Maunya sih ditambah darah-darah dikit di area mulut, tapi Yaya gak mau jadi vampir cemong, jadinya saya berimprovisasi menambahkan "urat-urat" halus di sekitar mata supaya jadi tambah serem. Untuk lipstick mah standar, cuma pake lipstick warna merah yang di timpa-timpa supaya warnanya jadi pekat.

make up vampir nya Yaya

Untuk penampilan saya sendiri, duhh jangan di tanya deh. Malu! Karena saya hanya punya waktu dandan 30 menit, jadi hasil make up nya cuma seadanya dan jauh dari yang dibayangkan. Dan inilah make up Geisha ala saya.

Geisha & Vampir

Sebelum kami pergi ke Het Gat, pub tempat diadaknya pesta hallowee, kami sebenarnya agak was-was bakal overdressed karena sebelumnya mentor saya bilang: last year barely people showed up wearing a costume. Gara-gara itu kami takut jangan-jangan cuma kami saja yang dandannya heboh. Tapi ternyata beda tahun beda juga ceritanya, Halloween tahun ini banyak banget students yang dateng dan bener-benar dress up for Halloween theme, bukan cuma muka saja yang dicoret-coret serem, tapi kostum nya pun bener-bener niat. Salah satu kostum yang jadi favoritku adalah kostum nya Bella yang jadi sexy nun, cute ya!

Bella as a Sexy Nun

Terus kalo pesta halloween kaya gini biasanya ngapain aja sih? Dari pengalaman ku kemarin, biasanya Dutch student nya ngumpul-ngumpul dan minum-minum di salah satu student housing, atau pergi ke bar/pub. Terus di bawah bar ada ruangan khusus untuk nge-dance dan orang-orang numplek disitu semua. Saya sendiri cuma bentar aja kebawah liat-liat orang yang joget, terus naik lagi ke atas dan langsung pulang ke rumah.

Geisha X Geisha

suasana di dalam Het Gat

Sekalipun banyak yang bilang kalo Halloween itu bukan tradisinya orang Dutch, tapi Halloween di Wageningen tetap seru!

Jujur aja, sejak tinggal di Wageningen, saya jadi malas dandan, padahal sebenarnya dengan tinggal di Belanda saya jadi lebih bebas berekspresi dan bebas dandan tanpa harus dengar nyinyiran orang tetang betapa "berlebihan"nya make up saya. Tapi harus saya akui, ternyata ada banyak faktor yang mempengaruhi saya dalam ber-make up, salah satunya adalah faktor waktu. 

Bukannya sok sibuk, tapi karena sering begadang ngerjain tugas, pagi-pagi saya jadi sering telat bangun, dan begitu bangun saya harus buru-buru menyiapkan bekal makan siang dan langsung pergi ke kampus, jadinya saya tidak punya banyak waktu untuk dandan.

Sekalipun demikian, saya tetap berusaha untuk tampil presentable untuk penampilan sehari-hari. Rutinitas make up saya sekarang biasanya diawali dengan memakai pelembab (dari ERHA Clinic), yang dilanjutkan dengan memakai foundation. Saat mengapliaksika foundation, saya seringnnya pakai stippling brush karena selain cepat, menurut saya hasilnya lebih rata dibandingkan pakai foundation brush jenis lain. Sudah beberapa bulan ini saya hanya pakai foundation dari  Make Up Forever HD Foundation (shade N155). Terus terang, ini adalah foundation andalan saya saat ini karena shade nya paling cocok dengan kulit saya yang  jadi agak gelap setelah tinggal di Belanda. Selain itu, Make Up Forever HD foundaton hasilnya agak dewy, jadinya cocok untuk cuaca di belanda yang kering and semriwing. Kulit saya jadi terlihat glowy tanpa kelihatan seperti ketumpahan minyak goreng :D. Dan biasanya selesai pakai foundation, saya tidak bedakan lagi, karena cuaca disini kering banget, saya gak mau pakai bedak lagi karena takut hasil nya jadi crack di muka.

Btw, cewe-cewe Dutch disini bulu matanya lentik-lentik dan tebel-tebel! Saya juga gak mau kalah dong, makanya saya rajin banget ngelentikin bulu mata dan pakai mascara. Mascara andalan saya adalah Bourjois Twist up the Volume yang seharusnya sudah saya buang dari kapan lalu, soalnya pas saya inget-inget lagi, ternyata saya sudah pakai mascara ini selama setahun. Lama banget kan! (bahkan mungkin terdengar sangat jorok untuk sebagian orang). Masalahnya, mascara ini gak kering-kering, dan karena sayang untuk dibuang jadinya saya pakai aja terus. Terlepas dari mascara ini sebenarnya sudah expired, menurut saya performa kerjanya patut dikasih 2 jempol! Selain gak bikin clumpy, mascara in ini juga multifungsi, bisa melentikan sekaligus memanjangkan!

Banyak yang bilang kalau tinggal di negara 4 musim pasti bakal bikin kulit dan bibir kering, dan ternyata memang benar. Terbukti selama hampir 3 bulan tinggal di Belanda, bibir saya jadi kering banget, alhasil jadi jelek kalau dipakein lipstik karena bibirnya pecah-pecah. Harusnya sih dipakaikan lip scrub, tapi karena gak ada jadi cukup saya pakaikan lip balm saja. Tapi ada satu lip balm yang selalu setia saya pakai tiap hari, yaitu The Body Shop Lip Butter. Saya suka banget dengan aromanya, dan karena tidak berwarna jadi bisa langsung saya timpa dengan lipstik lain.

Tapi disaat saya sedang menikmati rutinitas make up yang simple, di sisi lain saya juga merasa bersalah karena  make up produk lain nya tidak saya sentuh selama berbulan-bulan :)